Banyak pendapat yang mengatakan
bahwa laki-laki lebih kuat daripada perempuan, baik dalam segi fisik maupun
jika dilihat dari beragam aspek. Opini ini menimbulkan masalah yaitu kesetaraan
gender yang menjadi perhatian khusus di seluruh dunia. Presentase ketimpangan
gender di dunia amat memprihatinkan. Menurut data yang dirilis oleh Forum
Ekonomi Dunia, pada tahun 2013 Indonesia berada di urutan ke-95 dari 136 negara
dilihat dari aspek kesenjangan gender.[1] Dalam data tersebut, yang
paling signifikan adalah bidang politik.
Sebagai
negara yang menerapkan demokrasi, tak lama lagi Indonesia akan kembali
menghelat ‘pesta’ demokrasi yang akan menjadi penentu bagaimana nasib Indonesia
5 tahun mendatang. Dengan antusias, partai politik mengajukan calon pemimpin
mereka yang dinilai dapat memajukan Indonesia. Berlomba-lomba mereka
mengerahkan kekuatan untuk meraih simpati masyarakat. Dengan serentet masalah
yang masih merundung Indonesia; kemiskinan, ketimpangan sosial, korupsi yang
merajalela tentunya rakyat Indonesia berharap akan tampil sosok pemimpin yang
nantinya akan menepati janjinya untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik.
Yang
menarik, pada pemilihan umum tahun 2014 ini semakin terlihat banyaknya
perempuan yang maju menampilkan visi dan misinya memimpin Indonesia. Slogan yang
menyatakan bahwa ‘politik itu Cuma untuk laki-laki’ kian memudar karena
perempuan semakin berani menonjolkan dirinya. Ditambah dengan persetujuan
Mahkamah Konstitusi akan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 mengenai
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk
mengedepankan calon legislatif perempuan jika memperoleh suara yang sama dengan
calon legislatif laki-laki. Walaupun keputusan ini baru akan berlaku pada
pemilu 2019 nanti dan banyak menimbulkan kontroversi dari pihak tertentu namun
keputusan ini dianggap sebagai peluang besar bagi perempuan untuk berpartisipasi
dalam dunia politik. Dengan demikian dominasi kaum laki-laki di ranah politik
dapat seimbang dengan kehadiran calon legislatif perempuan.
Menurut
saya, ada beberapa alasan logis mengapa perempuan layak untuk berkecimpung
dalam dunia politik. Pertama, naluri seorang perempuan yang lembut yang akan
membantu meminimalisir konflik yang berkepanjangan. Seringkali laki-laki
menggunakan akal rasional dalam menyelesaikan permasalahan sehingga tak jarang
masalah tersebut berujung pada kekerasan, tidak menemukan jalan keluar yang
diharapkan semula. Berbeda dengan perempuan yang melihat sudut pandang masalah
dengan perasaan yang membuat perempuan dapat menjadi penengah yang efektif
untuk mencegah masalah berlanjut kedalam skala yang lebih besar.
Kedua, tidak semua permasalahan mampu diselesaikan oleh
laki-laki. Saat ini diskriminasi terhadap perempuan di tempat umum, pelecehan
seksual, kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan terhadap anak. Mayoritas permasalahan
tersebut menimpa perempuan. Sering saya temui dalam sebuah keluarga, anak
laki-laki mendapatkan prioritas utama dibandingkan anak perempuan. Pelecehan seksual
marak pada perempuan karena steororipe perempuan adalah makhluk yang lemah
sudah melekat sedemikian rupa.
Permasalahan tersebut dalam banyak kasus melibatkan perempuan
yang pernah menjadi survivor untuk
menjadi penyembuh bagi perempuan lainnya yang menjadi korban. Perangai perempuan
yang lebih sabar dan peka dalam menghadapi permasalahan yang ada membuat
perempuan menurutku lebih unggul dalam menyelesaikan permasalahan yang
berhubungan dengan aspek sosial.
Dengan pemilu yang semakin dekat, ada harapan semakin banyak
perempuan yang unjuk diri merambah dunia politik supaya tercapai keseimbangan
dalam hal gender khususnya aspek politik, dan permasalahan yang berkaitan
dengan perempuan dapat menjadi fokus utama karena dengan adanya perempuan yang
menempati kursi politik tentunya terdapat wadah yang dapat membela hak dan aspirasi
perempuan yang selama ini cenderung terabaikan karena ‘kalah suara’.
Saya mendapati kian banyak bermunculan pemimpin perempuan yang
terbukti tidak hanya mengutamakan penampilan saja, namun benar-benar tulus
ingin memperbaiki kota dan rakyat yang dipimpinnya. Salah satunya yaitu Tri Rismaharini,
wanita pertama yang menjadi walikota Surabaya pada tahun 2010. Ibu Risma
berhasil mengubah kota Surabaya menjadi bersih dan tercipta lingkungan yang
asri. Berkat kepemimpinannya, Surabaya meraih Piala Adipura pada tahun 2011
dalam kategori kota metropolitan. Selain itu, Ibu Risma masuk dalam daftar
walikota terbaik di dunia karena karakternya yang tegas dan dekat dengan
masyarakat.
Karena sosoknya yang tegas itulah banyak pejabat Surabaya yang
berusaha menggeser Ibu Risma dari posisinya sebagai walikota. Ibu Risma semakin
hangat diperbincangkan karena munculnya rumor keinginannya ingin mengundurkan
diri dari jabatan karena banyaknya tekanan dari sekitar. Rumor yang
kontroversial ini memancing reaksi berbagai pihak, munculnya petisi #SaveRisma
yang menginginkan agar Ibu Risma tetap tangguh apapun kondisi yang dihadapinya
di lingkungan politik.
Tri Rismaharini hanya satu dari segelintir wanita inspiratif
di dunia perpolitikan Indonesia yang bermunculan. Tidak hanya menjadi
penggembira dalam semarak demokrasi namun berlandaskan keinginan untuk membuat
perubahan, mengabdi untuk rakyat. Saya yakin jika perempuan diberikan
kesempatan lebih besar untuk mendalami dunia politik, tentunya dengan
pendidikan mengenai politik yang mumpuni dapat mendukung munculnya kader
perempuan Indonesia yang berkualitas. Pemilu 9 April 2014 mendatang dapat
menjadi titik awal bahwa perempuan juga mampu mendorong adanya perubahan ke
arah yang lebih baik. Karena perubahan adalah sesuatu yang diciptakan, bukan
ditunggu.
PS: Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti Lomba Blog Tentang Caleg Perempuan Untuk Blogger Indonesia "Kenapa Pilih Caleg Perempuan"
[1]
Sumber: http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/08
artikel Kesetaraan Gender Mengalami Sedikit Perbaikan di Indonesia.
bagus tulisannya mba
BalasHapusHehe terima kasih. Hanya mengalirkan apa yg dirasakan dalam hati dan pikiran :)
Hapus