Jumat, 20 Desember 2013

Islam dan Eropa: 99 Cahaya di Langit Eropa



film 99 Cahaya di Langit Eropa

Sutradara: Guntur Soeharjanto
Produksi: Maxima Pictures
Cast: Acha Septriasa, Abimana, Raline Shah, Nino Fernandez and others

Film ini merupakan kisah nyata bagaimana sepasang mahasiswa Indonesia beradaptasi di Eropa, dimana Islam bukan mayoritas. Diangkat dari novel mengagumkan karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, penonton akan disuguhi pemanndangan yang menakjubkan di Eropa. Eropa yang lebih dari sekadar Menara Eiffel yang memancarkan keindahannya di malam hari. Eropa memiliki lebih dari itu...

Film yang mengambil setting lokasi 4 negara di Eropa ini dibuka dengan potret kota Wina, Austria yang menjadi tempat tinggal Hanum (diperankan oleh Acha) selama mendampingi suaminya Rangga (diperankan oleh Abimana) menempuh pendidikan magister di negeri yang terkenal dengan musik klasik tersebut. Hanum memanfaatkan kesempatan yang ada untuk menjelajahi keindahan Eropa, juga mempelajari Bahasa Jerman untuk kemudahan berkomunikasi dengan kehidupan lokal.

Kursus Bahasa Jerman yang mengawali pertemuan Hanum dengan Fatma (diperankan oleh Raline Shah), seorang imigran Turki yang tinggal bersama anaknya yaitu Ayse. Dari Fatma, Hanum mengetahui bagaimana kehidupan orang muslim di Eropa yang teramat sulit mencari pekerjaan karena identitas agama (jilbab). Setiap waktu senggang Fatma mengajak Hanum berkeliling untuk menapaki rekam jejak Islam di Eropa yang masih menjadi misteri, salah satunya Bukit Kahlenberg yang amat memukau yang ternyata menyimpan sejarah menarik tentang Islam.

Film ini menggambarkan dengan gamblang kehidupan Rangga sebagai mahasiswa. Bahwa menjadi minoritas di negeri orang bukanlah perkara mudah. Terlebih saat Rangga harus memilih melaksanakan ibadah salat jumat yang berbarengan dengan ujian di kampusnya. Disini kesetiaan dan keteguhan iman sangat diuji. Penonton juga diuji dengan emosi dan gelak tawa akan karakter Stefan yang berperan sebagai atheis, yang terus 'menyerang' Rangga dengan pertanyaan dan opini mengenai keberadaan Tuhan. Perdebatan dengan Khan (diperankan oleh Alex Abbad) yang adalah muslim fanatik menarik untuk dikaji. Secara keseluruhan, film ini dikemas dengan menyenangkan tanpa menghilangkan pesan yang ingin disampaikan pada penonton.

Yang menarik menurutku adalah ketika Rangga mengumandangkan azan di Menara Eiffel. Masih terbayang hingga kini sekaligus membuat merinding, walaupun termasuk adegan yang cukup kontroversial dan berani mengingat gaung Islamophobia yang kental di Eropa terutama Prancis. Adegan salat jumat di salah satu masjid juga berkesan, yang kudengar dari trivia yang beredar bahwa adegan ini hanya diambil sekali karena sulit untuk diulang lagi.

Menurut opiniku film ini sungguh indah. Aku mendapatkan paket lengkap karena disamping dapat mengenal agamaku lebih baik lagi yang mencakup berbagai sudut pandang, mata ini dimanjakan dengan frame Eropa yang cantik dengan segala kejutan dan intrik dalam setiap sudutnya. Perkenalan Hanum dengan Marion (diperankan Dewi Sandra sebagai mualaf Prancis) menyentakku dan membuatku semakin bangga dengan keindahan Islam.

Namun menurutku terdapat adegan yang kurang dijelaskan secara rinci salah satunya adegan warga Austria yang berdiskusi mengenai roti Croissant. Dalam novel ditulis; Bule bercerita pada temannya bahwa roti croissant berasal dari sejarah keberhasilan pasukan Eropa mengalahkan invasi pasukan Kesultanan Ottoman Turki. Sehingga mereka membuat roti croissant berbentuk bulan sabit, dimana bulan sabit dulunya merupakan simbol kekuatan Kaisar Islam dibawah tampuk kekuasaan Turki.

Di film hanya dikatakan roti croissant yang dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari di Eropa berbentuk bulan sabit karena berasal dari lambang bendera Turki. Jika penonton hanya menyimak sekilas mungkin tidak terlalu dipusingkan namun untuk penghobi film yang memperhatikan setiap film yang ditontonnya dengan mendetail hal ini dapat menimbulkan pertanyaan lanjutan. Ditambah ketika tiba-tiba Hanum meledak emosinya karena menganggap bule Austria tersebut menginjak-injak agama Islam padahal yang dibicarakan adalah bendera Turki. Terasa aneh dan membingungkan (kecuali yang udah baca novelnya sebelum nonton film).

Novel edisi cover film

Dibalik kelebihan dan kekurangan film ini amat menyentuh. Mengandung banyak pelajaran bagaimana kita mengenal agama Islam secara lebih mendalam, mengajarkan supaya kita dapat menjadi agen muslim yang baik di negeri asing baik dalam perkataan maupun perbuatan. Film ini ibarat oase ditengah gempuran film produksi barat di layar lebar. Bahwa ketika kita tengah berada di negara yang asing, jauh dari rumah, saat itulah kita merindukan hangatnya negeri sendiri.

Hanum Rais dan Rangga Almahendra memotivasi untuk tidak takut melihat dunia, jangan ragu melangkah, namun tetap tidak melupakan identitas asal. Selepas menikmati film ini, aku bersyukur tinggal di Indonesia dimana aku dapat menjalankan ibadah tanpa kesulitan yang berarti. Suatu hari aku akan menapakkan kaki ini di benua Eropa untuk menemukan sinar Islam lainnya.

Film yang dibintangi artis kondang Indonesia

Keindahan Bukit Kahlenberg yang 'merengkuh' Wina

Adegan yang sungguh menggugah batin

Di antara pertemanan dan perdebatan keyakinan

Sukses untuk Hanum Rais dan Rangga Almahendra yang berhasil menghidupkan dunia perfilman Indonesia dan menginspirasi penonton untuk menjadi muslim yang semakin baik. Semoga Indonesia terus menjadi tuan rumah di negerinya sendiri!


Lihat Trailer Film 99 Cahaya di Langit Eropa: