Usai sudah ibadah puasa yang telah
dijalankan selama satu bulan lamanya. Ketika takbir berkumandang di penghujung
bulan Ramadhan, kala itulah umat muslim di Indonesia bahkan seluruh dunia
mempersiapkan diri untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri atau kerap disebut
lebaran. Di hari lebaran ini seluruh manusia dilahirkan kembali layaknya bayi
yang masih suci.
Sebagai negara dengan pemeluk Islam
terbesar, Indonesia banyak menelurkan tradisi yang erat kaitannya dengan
aktivitas yang dilakukan bersama-sama. Tampaknya tak berlebihan jika Indonesia
kerap dicap sebagai bangsa yang senang berkumpul, sangat sesuai dengan istilah
"makan gak makan yang penting kumpul". Salah satunya halal bihalal.
Bagaimana sebenarnya awal mula terciptanya
halal bihalal? Konon, tradisi halal bihalal dipelopori oleh KGPAA Mangkunegara
I atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa. Dengan tujuan efisiensi waktu
dan biaya; setelah selesai melaksanakan shalat Iedul Fitri, Pangeran
mengumpulkan para punggawa dan prajuritnya di balai istana untuk kemudian
melakukan sungkeman kepada raja dan permaisuri. Kegiatan Pangeran ini kemudian
ditiru oleh banyak organisasi Islam dan pemerintah dengan istilah halal bihalal
yang kedepannya tak hanya umat Islam saja namun mencakup berbagai kalangan
agama. Walaupun dikenal di negara yang penduduknya beragama Islam namun ada
perbedaan mencolok antara halal bihalal di Indonesia dengan negara Timur
Tengah. Ternyata di Timur Tengah, setelah shalat Ied tak ada tradisi bermaafan
massal seperti yang lumrah dilakukan di Indonesia.
Selain itu, tradisi halal bihalal kala
lebaran merupakan percampuran budaya Jawa dengan Islam. Umat Islam di daerah
Jawa (yang umumnya masih sangat kuat tradisinya) melakukan sungkeman kepada
orang tua (yang lebih utama adalah orang yang dituakan dalam keluarga) yang
bertujuan lambang hormat dan permohonan maaf atas kesalahan-kesalahan yang
dilakukan.
Penulis
merayakan hari raya lebaran memang sudah tidak terlalu konvensional mengingat
penulis dan keluarga besar bukan berasal dari suku Jawa, dengan kata lain
tradisi tetap dijunjung tinggi namun tidak sebesar era dulu. Pasca melaksanakan
shalat ied, meminta maaf kepada orang tua dan kerabat dekat dilakukan dengan
cara modern. Kemudian halal bihalal ke rumah saudara-saudara yang selama ini jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Sungkem tidak lagi ada karena dalam keluarga kerabat sesepuh (yang
dituakan) telah banyak berpulang. Yang masih bertahan hingga kini yaitu
mencicipi kue manis ketika berkunjung ke rumah kerabat, nyekar ke makam kerabat
dan berbagi angpau (THR) J
Daging Pedas buatan tante dan mama gak akan ditolak. Enak!! |
Selain silaturahmi, hunting kue enak dirumah kerabat yang dikunjungi wajib hukumnya :9 |
There is always space in my tummy for sweet stuff. |
Terlepas
dari makanan enak yang gak pernah luput di hari raya lebaran, yang paling utama
adalah makna lebaran itu sendiri. Lebaran selain merupakan momen suci bagi umat
Islam, juga merupakan momen dimana kita menyampaikan maaf kita untuk kesalahan
yang luput dari kesadaran kita selama ini.
Yang
perlu digarisbawahi adalah, sebagai manusia yang lahir untuk bersosialisasi
dengan sesamanya tentu tak pernah lepas dari kesalahan. Kemungkinan kita
menyakiti hati seseorang dapat muncul kapan saja tak hanya kala bulan Ramadhan.
Namun karena tradisi halal bihalal, berkumpul bersama sudah melekar dengan
lebaran tak sedikit orang yang menunggu meminta maaf hingga hari raya lebaran
tiba. Seperti ungkapan terkenal, “memaafkan urusannya waktu lebaran” sehingga “mohon
maaf lahir dan batin” lebih seperti kewajiban saat lebaran. Padahal hidup kita
akan menjadi #lebihbaik dan tenang saat hati kita terbebas dari kebencian
dengan meminta maaf dan dimaafkan oleh orang lain. Seperti hadits berikut ini.
"Barang siapa melakukan kezhaliman kepada
saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana
(akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya
diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka
keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya”. (HR.
al-Bukhari nomor 6.169)
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H. Mari jadikan hidup kita #lebihbaik dengan saling memaafkan |
P.S Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Competition Lebaran #LEBIHBAIK Sunlife.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar