Senin, 10 Agustus 2015

Menjadi #LebihBaik Setelah Lebaran

Usai sudah ibadah puasa yang telah dijalankan selama satu bulan lamanya. Ketika takbir berkumandang di penghujung bulan Ramadhan, kala itulah umat muslim di Indonesia bahkan seluruh dunia mempersiapkan diri untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri atau kerap disebut lebaran. Di hari lebaran ini seluruh manusia dilahirkan kembali layaknya bayi yang masih suci.

Sebagai negara dengan pemeluk Islam terbesar, Indonesia banyak menelurkan tradisi yang erat kaitannya dengan aktivitas yang dilakukan bersama-sama. Tampaknya tak berlebihan jika Indonesia kerap dicap sebagai bangsa yang senang berkumpul, sangat sesuai dengan istilah "makan gak makan yang penting kumpul". Salah satunya halal bihalal.

Bagaimana sebenarnya awal mula terciptanya halal bihalal? Konon, tradisi halal bihalal dipelopori oleh KGPAA Mangkunegara I atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa. Dengan tujuan efisiensi waktu dan biaya; setelah selesai melaksanakan shalat Iedul Fitri, Pangeran mengumpulkan para punggawa dan prajuritnya di balai istana untuk kemudian melakukan sungkeman kepada raja dan permaisuri. Kegiatan Pangeran ini kemudian ditiru oleh banyak organisasi Islam dan pemerintah dengan istilah halal bihalal yang kedepannya tak hanya umat Islam saja namun mencakup berbagai kalangan agama. Walaupun dikenal di negara yang penduduknya beragama Islam namun ada perbedaan mencolok antara halal bihalal di Indonesia dengan negara Timur Tengah. Ternyata di Timur Tengah, setelah shalat Ied tak ada tradisi bermaafan massal seperti yang lumrah dilakukan di Indonesia.

Selain itu, tradisi halal bihalal kala lebaran merupakan percampuran budaya Jawa dengan Islam. Umat Islam di daerah Jawa (yang umumnya masih sangat kuat tradisinya) melakukan sungkeman kepada orang tua (yang lebih utama adalah orang yang dituakan dalam keluarga) yang bertujuan lambang hormat dan permohonan maaf atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan.

Penulis merayakan hari raya lebaran memang sudah tidak terlalu konvensional mengingat penulis dan keluarga besar bukan berasal dari suku Jawa, dengan kata lain tradisi tetap dijunjung tinggi namun tidak sebesar era dulu. Pasca melaksanakan shalat ied, meminta maaf kepada orang tua dan kerabat dekat dilakukan dengan cara modern. Kemudian halal bihalal ke rumah saudara-saudara yang selama ini jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Sungkem tidak lagi ada karena dalam keluarga kerabat sesepuh (yang dituakan) telah banyak berpulang. Yang masih bertahan hingga kini yaitu mencicipi kue manis ketika berkunjung ke rumah kerabat, nyekar ke makam kerabat dan berbagi angpau (THR) J


Daging Pedas buatan tante dan mama gak akan ditolak. Enak!!

Selain silaturahmi, hunting kue enak dirumah kerabat yang dikunjungi wajib hukumnya :9

There is always space in my tummy for sweet stuff.

Terlepas dari makanan enak yang gak pernah luput di hari raya lebaran, yang paling utama adalah makna lebaran itu sendiri. Lebaran selain merupakan momen suci bagi umat Islam, juga merupakan momen dimana kita menyampaikan maaf kita untuk kesalahan yang luput dari kesadaran kita selama ini.

Yang perlu digarisbawahi adalah, sebagai manusia yang lahir untuk bersosialisasi dengan sesamanya tentu tak pernah lepas dari kesalahan. Kemungkinan kita menyakiti hati seseorang dapat muncul kapan saja tak hanya kala bulan Ramadhan. Namun karena tradisi halal bihalal, berkumpul bersama sudah melekar dengan lebaran tak sedikit orang yang menunggu meminta maaf hingga hari raya lebaran tiba. Seperti ungkapan terkenal, “memaafkan urusannya waktu lebaran” sehingga “mohon maaf lahir dan batin” lebih seperti kewajiban saat lebaran. Padahal hidup kita akan menjadi #lebihbaik dan tenang saat hati kita terbebas dari kebencian dengan meminta maaf dan dimaafkan oleh orang lain. Seperti hadits berikut ini.

"Barang siapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya”. (HR. al-Bukhari nomor 6.169)


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H. Mari jadikan hidup kita #lebihbaik dengan saling memaafkan

P.S Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Competition Lebaran #LEBIHBAIK Sunlife.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar