Minggu, 29 Juni 2014

Menggapai Mimpi Berawal dari Langkah

Selembar foto dapat berbicara. Menceritakan lebih banyak dari seharusnya. Siang itu aku termenung, tanganku gemetar sembari memandangi foto yang sudah tampak lusuh itu namun sarat akan cerita. Tampak dalam foto tersebut mama mendekapku penuh sayang di pekarangan rumah. Senyumku tersungging dengan ceria. Seketika ingatanku melayang pada masa kecilku dulu.

Selangkah demi selangkah. Terjatuh. Selangkah lagi. Terjatuh lagi. Demikian seterusnya. Kaki mungilku tak begitu saja menyerah untuk menciptakan jejak baru.

Dengan penuh kesabaran mama memapahku yang amat berkeras keinginan untuk dapat segera berlari meraup angin. Memang waktu kecil dulu aku cenderung terlambat belajar berjalan karena satu dan lain hal. Namun mama tidak pernah lelah mendampingi agar aku tidak takut dan ragu untuk terus melangkah dengan kaki mungil itu.

“ayo, jalan terus. Jangan khawatir akan terjatuh. Mama gak akan melepaskan kamu sampai kamu bisa berjalan sendiri”. Kata-kata yang terus terngiang hingga aku sudah dewasa kini. Mama memang motivasi terbesarku agar aku tidak dihinggapi ketakutan untuk memulai langkah awal. Langkah yang terus menuntunku sampai sekarang untuk mengejar mimpi-mimpi. Mimpi yang didominasi destinasi agar pikiran ini terus termotivasi untuk menderapkan langkah di tempat asing sekalipun.

Kini aku bukanlah balita lagi. Aku sudah tumbuh dewasa. Keberanianku untuk mengawali langkah terus bertambah. Karena aku percaya segala sesuatu diluar sana dapat kita rengkuh jika kita berani mengambil langkah awal, dan langkah tersebut bermula dari keyakinan yang timbul dari dalam diri.

Memasuki usia sekolah menengah pertama aku semakin senang berjalan-jalan, mengawali langkah baru. Aku selalu bersemangat jika mendekati acara study tour yang diadakan oleh sekolah. Hanya itu kesempatan yang kumanfaatkan dengan baik karena mayoritas keluarga besarku tidak senang traveling. Hanya buang-buang uang saja, katanya. Jadi sebisa mungkin aku tidak pernah melewatkan kegiatan piknik yang diselenggarakan pihak sekolah karena ternyata amat menyenangkan.

Jika ada yang bertanya padaku, darimana hobi travelingku bermula. Mama adalah jawaban utama. Mama yang mengajariku menapakkan jejak kaki yang baru. Semasa remaja dulu mamaku gemar mendaki gunung dengan teman lelaki karena mamaku tomboy, tak terlalu banyak sisi femininnya. Tampaknya kesukaan mama berpetualang itulah yang menurun padaku.

Gairah mendalam akan traveling semakin menjadi menjelang bangku SMA. Study tour ke pedesaan yang masih asri dengan menumpang tronton tentara membuatku ketagihan mereguk angin alam yang membelai panca indera. Menginap di wisma, bercengkerama dengan penduduk sekitar, menanam padi yang selama ini aku nikmati di piring tanpa tahu prosesnya membuat pikiranku semakin terbuka bahwa dunia itu amat luas dan sayang jika hanya disaksikan melalui media saja.

Selama SMA aku mulai sering bertemu dengan orang-orang yang lebih dulu berkecimpung di dunia traveling. Aku sering melibatkan diri dalam acara gathering pejalan, bedah buku yang membahas perjalanan atau buku panduan perjalanan aku datangi. Aku juga berinisiatif untuk membuka diri terhadap penulis atau orang yang bergerak dalam dunia pariwisata karena aku selalu percaya kesempatan untuk menjelajah datangnya dari mana saja, dimana saja, melalui siapa pun. Aku mulai membuka wawasan bahwa jalan-jalan ke tempat baru tidak hanya bisa dilakukan oleh orang berduit. Siapa saja bisa asal ada niat dan kemauan untuk memulai langkah awal, mencari pengalaman baru.


23 April 2012

Suatu siang yang terik dengan mantap aku melangkahkan kaki, meninggalkan rumah untuk sementara waktu. Tas ransel berisi keperluanku untuk 4 hari mendatang menempel erat di punggung, seerat ketetapan hatiku yang sudah haus akan pengalaman yang menanti di perjalanan. Tiket transportasi udara sudah aman didalam tas selempang, yang sejatinya berlawanan dengan kondisi hatiku yang kala itu sudah siap keluar dari zona aman yang menempel dalam keseharian.

Selama duduk dalam taksi aku tidak dapat tenang. Aku gelisah. Apakah pengalaman yang menungguku diluar sana? Apakah akan menyenangkan? Aku bukan orang yang terlalu religius, tapi aku tahu Tuhan menjagaku dalam perjalanan ini.

Setibanya di bandar udara, aku belum juga bisa tenang. Bagaimana bisa tenang kalau... ya. Aku akan bocorkan sedikit rahasia. Hari ini adalah waktu pertama aku merasakan naik si burung besi. Aku memegang tiket pesawat dengan gemetar di tanganku. Sementara di sampingku partner perjalanan terbaikku menenangkan aku bahwa semua akan berjalan baik-baik saja, insya allah berjalan sesuai rencana.

“sudah tenang saja. salah satu impianmu sudah terwujud bukan? Akhirnya kamu akan naik pesawat, yang selama ini hanya kamu bayangkan saja sebelum tidur sampai terbawa mimpi”. Sedikit sarkas mungkin. Tapi itu memang benar adanya. Aku dilingkupi perasaan bahagia juga karena akhirnya aku dapat mencoret satu daftar impianku: duduk manis dalam pesawat terbang.

Ketika saatnya tiba, aku berangsur-angsur tenang juga. Aku menaiki tangga itu dengan mantap, tanpa keraguan. Kutinggalkan semua ketakutanku di rumah. Di hadapanku si burung besi berdiri kokoh dengan sayapnya yang seakan melambai kepada para penumpang yang akan menaikinya.

Kini disinilah aku. Di badan burung gagah yang akan terbang tinggi menembus awan, membawaku ke tempat tujuan yang aku tahu akan mengantarkan pada sejuta cerita. Saking gugup yang masih tersisa, peragaan keselamatan awak pesawat yang ditampilkan sebelum pesawat lepas landas seakan lenyap, tenggelam. Larut bersama rasa senang yang menggebu dalam hati ini.

Dan.. burung besi akhirnya meninggalkan pelataran. Bersanding dengan kumpulan awan yang tampak seperti kapas. Aku tidak banyak bicara karena masih ada gugup yang menyelimuti. Pikirku, oh seperti ini rasanya ya naik pesawat terbang. Aku akan dibawa si burung besi ini menuju awal perjalananku yang sebenarnya. Partner perjalananku hanya tersenyum. “selamat datang pada pintu gerbang cita-cita. Pintu yang perlahan terbuka lebar yang bermula dari keteguhanmu untuk bertolak dari zona nyamanmu”


Aku tersenyum lebar. Bahagia. Masa kecilku dulu kembali berputar di kepala. Hati ini adem sekali rasanya. Terima kasih ya mama. Engkau tidak pernah letih memberiku semangat untuk terus melangkah, meskipun mungkin akan terjatuh di depan. Hati ini semakin teguh, bahwa sesuatu yang besar dimulai dari langkah yang kecil.


Flyer NubieTraveller Awal - Mula


PS. artikel ini ditulis dalam rangka mengikuti lomba Blog Competition #NubieTraveller "Awal-Mula".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar